Selasa, 06 September 2011

Froggy, sebuah tulisan Rhenald Kasali

Kalau tak ada perubahan, akhir 2011, masyarakat Indonesia dapat menyaksikan
sebuah floatingcastle yang berdiri megah di salah satu sudut Kota BSD,Tangerang.
Kastil itu menakjubkan, indah seperti yang sering kita lihat di negeri impian.
Sebuah impian yang terus mengikuti seorang anak hingga dia tumbuh menjadi
dewasa, membantu orang tuanya dalam bisnis, sampai dia menjadi pengusaha dan
melakukan pembaruan. Fernando Iskandar, 29 tahun, menamakan kastil indah itu
sebagai Froggy. Di situ dia menanamkan impiannya yang berawal dari cerita-cerita
yang dibaca dari buku-buku bergambar bacaan anak-anak.


Sebuah gambar kastil yang dia sukai digunting, ditempel di lemari pakaian,di
pintu kamar, dan dibawanya hingga ke kamar mandi. Namun lebih dari sekadar
impian, dia pun bertindak. Seluruh uang tabungannya dari usaha-usaha yang dia
rintis sebelumnya, dia tanam di Froggy. Dia mendekati Kak Seto dan menemui saya.
Dia mencari tanah yang cocok dan menemukan arsitek kelas satu yang bisa
menerjemahkan isi kepalanya.


Menelusuri Bakat

Adalah Jimmy Iskandar, orang tua yang hari itu penuh bahagia.Senin, 2 Agustus
2010, dia baru saja mengerti apa yang dilakukan putranya. Sejak era 1970-an
Jimmy dikenal sebagai orang yang sangat ulet membangun usaha fotografi. Berkat
ketekunannya itu dia berhasil memperkenalkan foto di atas kanvas yang amat
diminati tokoh-tokoh masyarakat. Setiap kali saya mendatangi studionya,saya
selalu menemukan foto-foto keluarga terkenal yang memilih difoto oleh Jimmy dan
fotografer-fotograf er andalannya di Tarzan Foto Studio.


Bahkan Tarzan Foto pula yang dipercaya Istana Negara untuk memotret
kepala-kepala negara yang berkunjung ke Indonesia. Mereka harus memotret secara
sempurna dalam batasan waktu yang sangat terbatas. Tentu saja Fernando
dibesarkan dalam lingkungan fotografi yang sangat kental. Bedanya dia kini hidup
di dunia digital yang serbacepat dan kaya bakat.Saat krisis menimpa Indonesia,
dia pun tersadarkan, dia mencari mentor ke sana kemari sampai dia bertemu dengan
pengusaha perempuan yang progresif,Dewi Motik.


Dia pun nyantrik (berguru), mengikuti Ibu Dewi Motik ke mana- mana,melihat
bagaimana keputusan bisnis diambil.Dia menemukan sebuah dunia baru."Di rumah
saya yang lama, saya begitu besar sehingga dunia saya tampak kecil. Di luar,
saya melihat dunia itu begitu besar sehingga diri saya tampak begitu
kecil,"ujarnya. Bak katak yang hidup keenakan di dalam tempurungnya dia pun
keluar dari zona nyaman itu. Dia meronta.


Dia pun berkenalan dengan dimensi-dimensi yang lebih luas. Dari Kak Seto, dia
belajar hal baru lagi, yaitu soal talenta anak-anak Indonesia yang terkurung
dalam ambisi orang lain. Dia pun menemukan faktafakta yang mengejutkan dari
teman-teman di sekitarnya. Banyak orang tersesat di rimba belantara antara
bakat, sekolah, dan pekerjaan. Bakatnya A, sekolahnya C, dan kerjanya E.Semuanya
tidak saling berhubungan. Maka sia-sialah sekolah.


Tak pernahkah Anda melihat seorang anak berbakat melukis bersusah payah kuliah
menjadi akuntan,dan saat bekerja dia lebih senang menjadi orang kreatif di biro
iklan, namun istrinya mendesak agar menekuni profesinya sebagai akuntan. Tak
banyak orang yang menyadari bahwa untuk berhasil seseorang harus memilih apa
yang terbaik dari hidupnya. Bukankah lebih baik menjadi pelukis yang luar biasa
daripada menjadi dokter atau akuntan yang biasa-biasa saja? Apakah kita
menyadari hal ini?


Di era materialisme seperti saat ini orang lebih berani mengikuti arus daripada
keluar dengan kekuatan dirinya. Semua ingin cepat-cepat menghasilkan ketimbang
melakukan investasi pada bakatnya.Di sisi lain,kita menemukan orang-orang sukses
abad ini ternyata terdiri atas orang-orang yang berani menantang arus besar itu,
hidup sebagai outlier yang keluar dari kotaknya. Kak Seto menyambung.


"Apa jadinya bila seorang Albert Einstein yang senang matematika, sedari kecil
dipaksa orang tuanya mengikuti American Idol? Atau apa jadinya kalau Picasso
yang suka melukis dianggap bodoh karena tak senang matematika? Demikian juga
dengan Michael Angelo yang senang membuat patung namun dipaksa orang tuanya
menjadi dokter?" Dari kajian-kajian yang ada mengenai talenta, sekarang jelaslah
bahwa pendidikan yang menyamaratakan dapat mematikan telenta.


Seperti rumput yang dipangkas sama tingginya, anakanak yang dilahirkan dengan
talenta yang berbeda berteriak. Mereka hidup tertekan, tidak bisa berbicara lain
selain ikut maunya orang-orang dewasa.Mereka hidup dalam pasungan dan
terkungkung dalam kesulitan. Dapat dibayangkan hari tua anak-anak yang
dibesarkan dalam kurungan bakat yang demikian adalah hari tua yang kering,
melakukan apa yang tidak diinginkan. Hari-hari tidak bahagia,tanpa senyum,penuh
keluhan.


Edutography

Lantas apa hubungannya antara kastil Froggy dengan bakat tadi? Inilah yang
disambung Froggy dalam konsep "edutography",yang memadukan kombinasi education,
entertainment, dan photography. Berbeda dengan Tarzan Photo yang memotret foto
kenangan, Froggy justru memotret masa depan. Froggy menggali bakat anak-anak
dengan pendekatan multidimensi sampai ditemukan apa yang sesungguhnya menjadi
lentera jiwa mereka.


Pekerjaan ini menjadi tanggung jawab Kak Seto. Lebih dari itu, bakat-bakat itu
perlu digerakkan, saya sendiri termasuk orang yang sangat berhatihati dalam
memandang bakat. Maklum saja generasi saya adalah generasi yang terkurung, sulit
meletupkan energi-energi yang terpancar dari bakat yang merupakan pemberian
Tuhan. Bagi orang segenerasi saya, bakat hanyalah sekadar potensi belaka.


Jadi apalah artinya mengenal bakat kita kalau potensi itu gagal "menemukan
pintunya?" Tetapi bagi anak-anak saya, sejalan dengan kemajuan dalam
temuan-temuan baru dan teknologi digital, saya pun mendukung eksplorasi yang
tiada henti terhadap talenta-talenta hebat yang terpendam di hati paling dalam
anakanak Indonesia.Lebih dari sekadar mengeksplorasi, anak-anak itu harus
ditumbuhkan myelin-nya agar mereka tidak diam di tempat, melainkan terus
bergerak mencari dan menemukan pintunya.

Mereka harus menyentuh, bahkan mendobrak pintu-pintu itu. Temuan-temuan terbaru
di dunia digital, dibantu para pendidik terdepan,mestinya bisa membantu
anak-anak itu mengembangkan mimpi-mimpinya. Pada Froggy saya menaruh harapan
agar anakanak kita mampu menemukan potensi dan menggapai pintu masa depan dengan
bahagia.(*)


RHENALD KASALI
Ketua Program MM UI
Salam

Tidak ada komentar:

Posting Komentar